Jakarta - 'Pajak paten' sekitar US$ 21.50, atau sekitar Rp 195.000 lebih, konon harus dibayarkan oleh setiap pengguna Microsoft Windows. Demikian klaim yang dilakukan Software Freedom Law Center (SFLC), sebuah lembaga advokasi piranti lunak merdeka (free and open source software).

Menurut studi SFLC, Microsoft secara publik diketahui telah melakukan pembayaran lebih dari US$ 4 miliar pada banyak perusahaan terkait tuntutan pelanggaran paten. Seperti dikutip detikINET dari TheRegister dan softwarefreedom.org, Kamis (19/4/2007), Microsoft juga telah menyebutkan adanya biaya legal sebesar US$ 300 juta dalam empat tahun terakhir.

SFLC kemudian membuat perhitungan sederhana dengan mempertimbangkan adanya 200 juta instalasi Windows baru per tiga tahun. Hasilnya? US$ 4,3 milyar dibagi 0,2 juta instalasi Windows sama dengan US$ 21,5 per instalasi. Angka 21,5 ini yang disebut SFLC sebagai 'pajak paten'.

Matt Norwood, peneliti SFLC, bahkan menyebut angka aslinya bisa jadi lebih besar. Karena, menurutnya, ada biaya-biaya hukum yang tidak dipublikasikan Microsoft dan angka instalasi cenderung 'digelembungkan'.

Pendekatan yang sederhana dalam menghitung 'pajak paten' tersebut jelas memancing banyak kritik. Salah satunya dari situs pengamat teknologi ArsTechnica yang mengatakan hitungan tersebut sulit dibuktikan karena Microsoft dalam kurun waktu itu tidak melakukan kenaikan harga pada Windows.

Mesih menurut ArsTechnica, produk terbaru Windows Vista juga memiliki harga yang relatif setara dengan Windows XP untuk versi Vista yang memiliki kemampuan setingkat XP. "Harga yang ditetapkan Microsoft untuk produk mereka lebih merupakan cerminan pada harga yang hendak dibayar konsumen (untuk mendapatkan fitur-red). Bukan harga yang dibuat untuk menutupi biaya-biaya legal," sebut Jeremy Reimer dari ArsTechnica yang dikutip detikINET, Kamis (19/4/2007) itu.

Norwood pun mengakui bahwa angka US$ 21,5 itu mungkin bukan angka sebenarnya untuk menutupi biaya akibat kasus hukum. Namun, ia menegaskan perlunya konsumen memahami adanya beban biaya legal yang 'dioper' dari produsen ke konsumen.

Pada ujungnya studi SFLC itu menganjurkan pengguna untuk beralih ke sistem operasi Linux. SFLC, yang dipimpin oleh profesor bidang hukum Eben Moglen, memang selalu mengedepankan Linux sebagai sistem operasi yang 'layak'.

Seattle - Microsoft kembali menggelar program software murah untuk negara miskin dan berkembang. Kali ini, sasarannya lebih luas dengan potongan harga lebih besar.

Adalah Student Innovation Suite, paket software murah dari Microsoft Corp., yang mulai tersedia pada semester kedua tahun ini.

Reuters yang dikutip detikINET, Jumat (20/4/2007) melansir, paket tersebut berisi Windows XP Starter Edition, Office Home dan Student, Microsoft Math 3.0, Learning Essentials 2.0 for Office dan Windows Live Mail yang dijual seharga US$ 3 atau sekitar Rp 27 ribu (US$1=Rp 9.103. Sumber: detikcom).

Paket tersebut akan dijual kepada pemerintah negara berkembang yang mau membeli dan mengibahkan komputer bersistem operasi Windows ke sekolah-sekolah dasar. Pengadaan paket ini juga akan diperpanjang hingga 2008 bagi negara-negara yang dikategorikan berpendapatan kecil dan menengah oleh Bank Dunia.

Program pemberian paket tersebut diresmikan pendiri dan pimpinan Microsoft, Bill Gates, di Beijing, Cina, Kamis (19/4/2007).

Orlando Ayala, senior vice president at Microsoft's emerging segments market development group, mengatakan program serupa pernah diadakan untuk negara berkembang seperti Malaysia dan Thailand dengan harga software US$30 atau sekitar Rp 273 ribu dan bahkan kurang.

Dalam program ini, Microsoft akan membuat paket software-nya tersedia dalam komputer-komputer yang kemudian dapat dijual pada pemerintah baik lokal maupun nasional.

Pemerhati industri memperkirakan harga komputer dengan paket software Microsoft tersebut bisa mencapai harga US$ 300 atau sekitar Rp 2,7 juta. Sementara harga komputer dengan software eceran, seperti Windows XP, Windows XP Starter Edition dan Office Home serta Office 2007 berkisar pada angka US$ 150 atau sekitar Rp 1,3 juta.

San Fransisco - Apple telah memenangkan hak paten atas 'aksesoris detektor' yang dapat membantu pengguna ponsel untuk memerangi drop call alias panggilan terputus saat sedang menelpon.

Cellular News yang dikutip detikINET, Kamis (7/6/2007) melansir, detektor aksesoris itu berupa software yang mempunyai dua fungsi utama.

Pada intinya kedua fungsi tersebut berguna untuk memastikan berbagai gelombang radio yang terdapat di ponsel tidak saling mengganggu satu sama lain. Sehingga berdampak pada diminimalkannya kemungkinan terjadi gangguan atau drop call ketika ponsel digunakan.

"Dibutuhkan teknik yang dapat memastikan integritas komunikasi wireless dengan perangkat bergerak yang ditanamkan aksesoris di dalamnya," sebut Apple, pada aplikasi paten yang ditulisnya.

Meski belum ada keterangan langsung dari pihak Apple, detektor ini diprediksi sudah kompatibel dengan berbagai jenis produk perangkat bergerak yang ada di pasar.

Apple juga dikabarkan akan membawa lisensi software mereka di perangkat genggam ke dalam proses manufaktur. Pasalnya, peluang pembuatan aplikasi mobile dianggap sebagai lahan potensial untuk mengeruk keuntungan.

Dengan langkah ini berarti Apple akan bersaing dengan pemain utama di industri penyedia aplikasi seperti Nokia dan Microsoft, yang melisensikan aplikasi mereka untuk digunakan di ponsel lain.


Steve Jobs (AFP)

Jakarta - Apple Inc. menambah amunisi persaingannya dengan Microsoft Corp. Browser Safari versi Windows pun diluncurkan.

Tapi tidak hanya itu. Perusahaan juga mengundang para pengembang untuk menciptakan program-program berbasis Web untuk ponsel iPhone yang akan diluncurkannya akhir bulan ini.

Safari versi khusus untuk sistem operasi Windows dan Vista ini diumumkan pimpinan Apple Steve Jobs, pada pembukaan acara tahunan bertajuk Worldwide Developers Conference di San Francisco, Amerika Serikat.

"Kami ingin memperluas pangsa pasar Safari," kata Jobs seperti dilansir AFP dan dikutip detikINET, Selasa (12/6/2007). "Kami akan menghadirkan seluruh inovasi Safari ke Windows. Apa yang kami punya adalah browser yang paling inovatif di dunia dan browser tercepat di Windows."

Saat ini persaingan browser dunia masih didominasi Internet Explorer milik Microsoft, dengan penguasaan pasar sebesar 78 persen. Sementara Safari baru menguasai lima persen pasar.

Perusahaan akan mendistribusikan software Safari melalui iTunes, toko musik, film dan konten lainnya pendukung perangkat pemutar musik kesayangannya iPod.


Logo DotAsia Organisation (dotasia.org)

Jakarta - Setelah melewati beberapa tahapan, domain baru .asia akan segera diluncurkan. DotAsia, organisasi yang menangani pendaftaran nama domain ini, mengharapkan adanya permintaan besar bagi domain yang ditujukan untuk wilayah Asia Pasifik ini.

Leona Chen, juru bicara DotAsia tak ragu menyatakan harapan, .asia akan sukses di Asia, seperti halnya kesuksesan .com di ranah global.

Namun menurut data, 'baru' terdapat 30.780 pendaftaran untuk .asia. Jumlah ini cukup jauh jika dibandingkan dengan peminat domain .eu di Eropa untuk kurun waktu yang sama, di mana terdapat 330.000 pendaftaran saat peluncurannya dahulu.

Domain .asia akan eksis di sekitar 70 negara Asia Pasifik, termasuk juga Indonesia. Sejak Oktober 2007, perusahaan-perusahaan sudah bisa memesannya. Di bulan Maret 2008 mendatang, diharapkan domain .asia sudah bisa diluncurkan di internet.

Menanggapi adanya domain .asia ini, Thomas Hobbert dari firma hosting Hostway menyatakan, motivasi pembelian domain kini lebih untuk melindungi merek dagang agar tak dipakai sebagai nama domain oleh pihak lain.

"Orang-orang mau mengeluarkan banyak uang demi domain untuk melindungi merek mereka," ungkap Thomas seperti dikutip detikINET dari BBC, Sabtu (23/2/2008).

Selain masalah tersebut sering terjadi kasus rebutan nama domain. DotAsia menyatakan bahwa jika terjadi kasus serupa, domain tersebut akan dilelang dan akan diserahkan pada penawar tertinggi.

;;

TML/JavaScript

Template © by Abdul Munir